Selasa, 05 April 2016

PENGERTIAN BIDAT 4

BIDAT-BIDAT DI ABAD PERTENGAHAN

A.    Waldeness
Kita ketahui bersama bahwa pada abad pertengahan (abad 5 s/d 15) tidak sembarang orang dapat membaca Alkitab. Namun secara kebetulan pada tahun 1176, Peter Waldo seorang berkebangsaan Perancis menemukan Alkitab. Mulai saat itu dengan rajin dan tekun dia mempelajari dan menyelidikinya. Hatinya sangat terkesan dan tergerak oleh isi Alkitab, dan pada akhirnya dia menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadinya.
Ayat yang sangat berkesan dan menarik perhatian Waldo adalah Matius 19:21, yang berkata: “Jika engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu pada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku”. Demikian juga dalam Matius 10:5-7, yang berkata: “Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat”. Berdasarkan pemahamannya pada ayat-ayat dimaksud, ia kemudian membagikan harta kekayaannya kepada istri dan anak-anaknya, juga kepada orang-orang miskin dan mulai mengabarkan Injil ke berbagai tempat.
Mulai saat itu maka cara hidup Waldo, baik makan, berpakaian, secara harafiah semua dilakukan sesuai dengan apa yang dia sudah baca. Semangat dan cara hidupnya yang sederhana membangkitkan kekaguman masyarakat sekitarnya, sehingga dalam waktu singkat banyak orang yang mulai mengikuti cara hidupnya. Dari sinilah terbentuk perkumpulan yang menamakan dirinya sebagai perkumpulan orang-orang “hampa hatinya” (Mat. 5:3). Pada tahun inilah dianggap sebagai tahun dimulainya gerakan Waldeness. Mereka sangat aktif melakukan Pekabaran Injil (PI), dan menganjurkan untuk hidup sederhana, karena menurut mereka cara hidup demikian yang dikehendaki Tuhan.
Di sekitar kota Milan terdapat satu kelompok yang menamakan dirinya sebagai orang yang hina dina, yang hidup mengasingkan diri dan menyiksa diri. Karena menolak kekuasaan Paus dan menerima Alkitab sebagai otoritas tertinggi, maka mereka dipecat dari gereja Katolik Roma. Kemudian mereka menggabungkan diri dengan Waldeness, dan mengakui Waldo sebagai pemimpin mereka. Dengan demikian aliran ini berkembang sangat pesat. Anggotanya tersebar di sebelah selatan Perancis, utara Italia, utara Spanyol, Austria dan Jerman.
Beberapa pokok ajaran Waldeness adalah sebagai berikut:
Pertama, Alkitab perlu diterjemahkan ke dalam bahasa daerah dan dibaca oleh setiap orang. Setiap orang Kristen harus menjadikan, khususnya Perjanjian Baru sebagai dasar iman dan standar kehidupan kekristenan. Bagi mereka Alkitab dianggap sebagai hukum Taurat dan peraturan bagi kehidupan manusia dan harus ditaati secara harafiah. Berdasarkan pandangan ini anggota aliran ini dianjurkan untuk menghafal ayat-ayat Alkitab. Mereka juga berpandangan bahwa berdua-duaan pergi mengabarkan Injil dengan pakaian sederhana harus ditaati.
Kedua, hari Senin, Rabu dan Jumat adalah hari berpuasa. Dilarang untuk membunuh makhluk hidup; dilarang untuk bersumpah. Doa yang dapat disampaikan kepada Allah hanyalah Doa Bapa Kami dan Doa Pengucapan Syukur.
Ketiga, sakramen-sakramen yang dilakukan oleh aliran ini sama seperti yang dilakukan oleh gereja Katolik Roma. Namun mereka tidak menerima adanya api penyucian dan konsep Paus tidak pernah bersalah.
Keempat, jemaat awam harus dilibatkan dalam jabatan gerejani. 
Kelima, doa pribadi lebih berkuasa dari doa di gereja.
Keenam, dalam struktur organisasi ada uskup, pendeta dan majelis. Namun ada pemimpin yang tertinggi, yakni Peter Waldo sendiri.

B. Joachimisme
Pendiri dari aliran ini adalah Joachim De Fiori (1145-1202), yang menitik beratkan kepada berita dan nubuatan tentang akhir zaman dan suara kenabian. Ia pernah menulis buku nubuatan, yang isinya menyebutkan bahwa gereja pada masa itu bagaikan wanita pelacur dan pohon ara yang sudah kering.
De Fiori berpendapat bahwa struktur organisasi dan cara ibadah yang ada harus dirombak. Tata cara gereja yang kaku harus diganti, dan dalam hal ini kasihlah yang harus ditonjolkan. Kehidupan bermeditasi harus lebih ditingkatkan, dengan mengurangi aktivitas dalam kehidupan yang nyata.
Beberapa pokok ajaran Joachimisme adalah sebagai berikut:
Pertama, percaya bahwa pemerintah sipil adalah alat di tangan Tuhan yang akan dipergunakan untuk menghukum gereja yang sudah bobrok.

Kedua, pada tahun 1260, Roh Kudus akan datang lagi dan akan mengatasi segala masalah yang ada. Kedatangan-Nya kali ini adalah sebagai wakil Allah Bapa, Allah Anak untuk menyempurnaan keselamatan. Pada waktu itu akan terjadi penganiayaan dan terjadi pemisahan antara gandum dan sekam, dan pada akhirnya hanyalah orang yang dipilih Allah akan memasuki tempat yang penuh kedamaian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar